Kantor bersama PD. Hima Persis Garut, ba’da Ashar. Atas izin Allah swt. telah terlaksanakannya “Kajian Bulanan” perdana bersama Al-UstadzDaden Robi yang membahas terkait “Aqidah” dalam kitab ‘Tashil Al-Aqidah Al-Islamiyyah.
Segala puji bagi Allah, sepiring kacang sebagai hidangan menghiasi ruangan yang dipadati oleh orang yang berstatus mahasiswa. Meskipun begitu, kehangatan menyapa jalannya kajian, karena memang pembahasannya yang sarat dengan ilmu yang bermanfaat, dan tentunya pembahasan yang sangat hangat diperdebatkan oleh kalangan cendekiawan.
Segala puji bagi Allah, sepiring kacang sebagai hidangan menghiasi ruangan yang dipadati oleh orang yang berstatus mahasiswa. Meskipun begitu, kehangatan menyapa jalannya kajian, karena memang pembahasannya yang sarat dengan ilmu yang bermanfaat, dan tentunya pembahasan yang sangat hangat diperdebatkan oleh kalangan cendekiawan.
Dalam permulaannya, Al-Ustadz Daden memberikan penjelasan terkait Aqidah secara bahasa maupun secara istilah. Karena, tutur beliau, umumnya setiap mengkaji kitab para ulama pasti akan dipertemukan dengan pembahasan awalnya 'lughatan' wa 'isthilaahan'.
Lebih lanjut beliau menjelaskan, bahwa hari ini Islam Liberal itu sedang gencar-gencarnya mengacaukan makna, mengacaukan pengertian bahasa dan istilah, mereka mendekonstruksikan (meruntuhkan) makna, kita harus paham hal ini, padahal dari segi bahasanya juga Islam Liberal itu sudah kontra produktif. Katanya.
Secara bahasa, Aqidah itu diambil dari kata Akad, ada juga akad pernikahan. Apa itu akad? Akad itu adalah ikatan, kokoh, kuat, tetap, peneguhan. Maka, tegas beliau, agama itu isinya aturan (terikat), kalau ingin bebas berarti dia tidak beragama.
Beliau menjelaskan lebih lanjut bahwa, ada lima nama lain dari Aqidah, di antaranya; 'Aqidah', 'Tauhid', 'Sunnah', 'Ushuluddin', dan 'Fiqhul Akbar'.
Aqidah itu merupakan hal yang tak nampak dan suatu prinsip dasar yang mesti dipegang kuat. Kalau dianalogikan seperti pohon yang senantiasa dipanen buahnya, beliau menyatakan, Aqidah itu ibarat akarnya, Ibadah sebagai cabangnya, dan Akhlak adalah hasilnya.
Selain itu, beliau juga membantah hukum kausalitas (sebab-akibat) yang sarat dengan menafikan peran Tuhan. Dalam analoginya, beliau mendorong yang ada dihadapannya, yaitu botol air minum yang didepan botol tersebut ada sebuah piring. Beliau mengungkapkan, siapa yang mendorong piring tersebut? Atau piring yang menarik botol? Atau tangan yang melakukan dorongan terhadap botol? Kalau tangan, siapa yang mendorong tangan untuk melakukan dorongan tersebut, hati kah, kan innamal a'malu binniyat? Kalau memang hati, siapakah yang menggerakkan hati? Tentunya, muqallibal quluub, yaitu Allah swt. Ungkapnya.
Beliau mengakhiri dengan memberikan pesan bahwa, dalam masalah Aqidah kita mutlak harus memihak, kita harus eksklusif (menutup diri), supaya tidak kacau seperti Pluralisme (membenarkan semua agama). Dan, untuk pertemuan kajian selanjutnya kita membahas Ahlu Sunnah secara mendalam, supaya tidak kebingungan. Adapun untuk pembahasan Ilmu Kalam, itu tidak membingungkan, kita pegang Ahlu Sunnah Wal Jama'ah. Insya Allah, bulan depan kita mengkaji kembali dengan pembahasan yang jauh lebih menarik. Pungkas alumnus PKU ISID-Gontor tersebut.
Demikian coretan singkat atas hasil kajian perdana kemarin, Senin 05 Januari 2016.
Semoga bermanfaat!