Ulul
Albab; Profil Intelektual Muslim
Oleh:Fajar
Shiddiq
Sejaitnya,
jika mendengar jargon ulul albab neuron saya langsung sambung-menyambung dan
saling terkoneksi kemudian mewujud di alam pikir saya bahwa itu adalah kader
HIMA Persis yang eksis dalam pentas pergerakan dan dakwah kampus.
Memang
betul, ulul albab adalah salah satu idealisme yang lahir dari satu motto yang
dirumuskan oleh para Founding Father HIMA Persis dahulu, yang terambil dari
penggalan ayat al-Qur’an, yaitu Wa Mâ Yadzdzakkaru Illâ Ûlul Albâb.
Dan
tentunya, Motto itu lahir dengan dibarengi landasan filosfis yang jelas atau
bahkan tujuan serta idealisme yang tertentu arahnya. Akan tetapi, tidak menutup
kemungkinan masih banyak kader Hima Persis yang hanya numpang duduk saja atau
numpang istirahat saja dengan tanpa memperhatikan cita-cita yang harus dicapai.
Atau mumkin masih banyak yang menyimpan banyak pertanyaan seperti apakah
sebenarnya Ulul Albab itu? Yang kemudian pertanyaan-pertanyaan itu akan lahir
lagi, apakah sudah pantas kita menyematkan diri sebagai kader ulul albab atau
belum? Atau hanya gebyah uyah saja duduk dipelataran HIMA Persis!
Maka,
dalam tulisan singkat ini, dengan meminjam bahasa Kang Jalaludin Rahmat “Ulul
Albab; Profil Intelektual Muslim”. Saya ingin menyajikan secara selintas
dan sebagai bahan acuan bahwa seperti inilah profil ulul albab itu.
Mudah-mudahan dengan tulisan ini, banyak melahirkan kader-kader ulul albab yang
menjadi agent of change dan agent of control.
Ulul
Albab; antara Sarjana, ilmuwan dan Intelek
Jika kita
perhatikan rangkaian ayat dalam al-Quran yang terdapat susunan kata Ulul Albab,
pasti akan diartikan dengan bahasa “orang-orang yang berakal/berpikir.”
kemudian jika ditarik kedalam sturktur istilah bahasa Indonesia, apakah Ulul
Albab itu semakna dengan Sarjana? Atau Ilmuwan? Atau intelektual?. Maka kita
akan telusuri bahwa arti daripada sarjana itu ialah orang-orang yang lulus dari
satu perguruan tinggi dengan menyandang gelar dibelakang namanya. Sedangkan
ilmuwan ialah orang yang mendalami ilmunya, kemudian dikembangkan dengan
pengamatan ataupun analisisnya sendiri. Dan faktanya tidak semua sarjana
menjadi para ilmuwan. Sedangkan kaum intelektual kata kang jalal, mereka
bukanlah para sarjana yang hanya menyandang gelar saja, atau para ilmuwan yang
hanya mengembangkan ilmu dan mendalaminya. Tetpai, mereka adalah orang-orang
yang terpanggil hatinya untuk memperbaiki masyarakatnya, menangkap aspirasi dan
menyampaikan dengan bahsa dialogis yang mudah dimengerti, serta menawarkan
solusi dan alternatif sebagai pemecahan masalah.
Bahkan
kata James Mac Gregor ketika bercerita tentang intectual leadership sebagai
transforming leadership, ia mengatakan bahwa intelektual itu adalah orang yang
terlibat secara kritis dengan nilai, tujuan dan cita-cita yang mengatur
kebutuhan-kebutuhan praktis. Maka dari sini, pantas jika pertanyaan itu tumbuh
kembali, siapakah sebenarnya ulul albab yang termaktub dalam belasan ayat
al-Quran itu? Tepatkan mereka dikatakan sebagai ilmuwan? Atau mereka adalah
kaum intelektual?. Dan ternyata, al-Quran sendiri telah memberikan tanda-tanda
yang menjadi jati diri khas ulul albab.
Ulul
Albab dalam Al-Quran
Setelah
diatas kami memperkenalkan karakteristik kaum intelektual, tentunya masi belum
relevan kaum intelektual itu untuk dikatakan sebagai Ulul Albab, karena
Ulul Albab memiliki karakteristik yang khas yang jauh-jauh hari telah Allah
sebutkan dalam Al-Qur’an, diantaranya ialah:
Pertama, mereka adalah orang-orang yang serius dan
sungguh-sungguh dalam mencari ilmu, tidak lalai dan tidak malas. . Dan mereka
pun selalu mensyukuri dan menafakuri seluruh ciptaan Allah Swt ini. Sebagaimana
termaktub dalam QS: Ali Imran: 7. “Dia-lah yang menurunkan Al kitab (Al
Quran) kepada kamu. di antara (isi) nya ada ayat-ayat yang muhkamaat, Itulah
pokok-pokok isi Al qur'an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat. Adapun
orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, Maka mereka mengikuti
sebahagian ayat-ayat yang mutasyaabihaat daripadanya untuk menimbulkan fitnah
untuk mencari-cari ta'wilnya, Padahal tidak ada yang mengetahui ta'wilnya
melainkan Allah. dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: "Kami
beriman kepada ayat-ayat yang mutasyaabihaat, semuanya itu dari sisi Tuhan
kami." dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan
orang-orang yang berakal”.
Kedua, mereka adalah orang-orang yang pandai membedakan
antara yang jelek dan yang baik (al-Faruq). Sebagaimana telah Allah
katakan dalam QS: al-Maidah:100 Katakanlah: "tidak sama yang buruk dengan
yang baik, meskipun banyaknya yang buruk itu menarik hatimu, Maka bertakwalah
kepada Allah Hai orang-orang berakal, agar kamu mendapat keberuntungan."
Ketiga, mereka adalah orang-orang yang selektif dalam
menangkap argumen dan kemudian memilihi argumen yang paling baik dari yang
baik. Sebagaimana Allah berfirman dalam QS: az-Zumar:18 “Yang mendengarkan
Perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya. mereka Itulah
orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka Itulah orang-orang yang
mempunyai akal”.
Keempat, mereka adalah orang-orang yang mendedikasikan
ilmunya dan dirinya untuk membenarkan serta memperbaiki status quo. Dan mereka
bukanlah orang-orang yang hanya duduk di kelas empat persegi mendengarkan ust
atau guru ceramah kemudian pulang. Dan menganggap ilmunya itu angin lalu saja.
Sebagaimana disebutkan oleh Allah QS: Ibrahim: 52 : “(Al Quran) ini adalah
penjelasan yang sempurna bagi manusia, dan supaya mereka diberi peringatan
dengan-Nya, dan supaya mereka mengetahui bahwasanya Dia adalah Tuhan yang Maha
Esa dan agar orang-orang yang berakal mengambil pelajaran.”
Kelima, mereka adalah orang-orang yang tidak takut oleh
siapapun kecuali hanya oleh Allah semata. Qs: Al-Baqarah: 197. “(Musim) haji
adalah beberapa bulan yang dimaklumi, Barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam
bulan itu akan mengerjakan haji, Maka tidak boleh rafats, berbuat Fasik dan
berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. dan apa yang kamu kerjakan
berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan Sesungguhnya
Sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku Hai orang-orang yang
berakal”.
Itulah
beberapa karakteristik Ulul Albab yang Allah Swt sebutkan dalam al-Qur’an. Dan
tentunya kita bisa menangkap bahwa Ulul Albab itu ialah orang-orang terpanggil
untuk memperbaiki masyarakatnya, mendedikasikan dirinya dan ilmunya dengan
landasan ketaqwaan dan keshalehan. Lantas, apakah kita sebagai Kader HIMA Persis
yang selalu menggembar-gemborkan jargon Ulul albab sudah seperti itu? Atau
minimalnya berproses menuuju kesana? Inilah saatnya kita mengaji diri. Inilah
waktunya Revolution Self dan revolusi mental!.
Maka,
setelah kita menarik-ulur benar merah kaum intelektual dan Ulul Albab, ternyata
bisalah untuk dikatakan agak mirip sedikit. Namun, jika melihat ayat yang lain,
Ulul Albab itu memiliki karakteristik yang khas yang tidak dimiliki oleh kaum
intelektual, yaitu mereka adalah orang-orang yang rajin bangun di sepertiga
malam terakhir untuk bersujud kepada Allah dan selalu berdzikir dalam keadaan
apapun. Lihat QS: az-Zumar: 9 dan Qs: Ali-Imran: 119. “Beginilah kamu, kamu
menyukai mereka, Padahal mereka tidak menyukai kamu, dan kamu beriman kepada
Kitab-Kitab semuanya. apabila mereka menjumpai kamu, mereka berkata "Kami
beriman", dan apabila mereka menyendiri, mereka menggigit ujung jari
antaran marah bercampur benci terhadap kamu. Katakanlah (kepada mereka):
"Matilah kamu karena kemarahanmu itu". Sesungguhnya Allah mengetahui
segala isi hati”. Maka, Ulul Albab adalah kaum intelektual yang memiliki
sifat keshalehan, sifat keilmuwan, dan sifat ketaqwaan kepada Allah Swt.
Wallahu
A’lam