Minggu, 19 Juni 2016

Ulul Albab; Profil Intelektual Muslim
Oleh:Fajar Shiddiq
Sejaitnya, jika mendengar jargon ulul albab neuron saya langsung sambung-menyambung dan saling terkoneksi kemudian mewujud di alam pikir saya bahwa itu adalah kader HIMA Persis yang eksis dalam pentas pergerakan dan dakwah kampus.
Memang betul, ulul albab adalah salah satu idealisme yang lahir dari satu motto yang dirumuskan oleh para Founding Father HIMA Persis dahulu, yang terambil dari penggalan ayat al-Qur’an, yaitu Wa Mâ Yadzdzakkaru Illâ Ûlul Albâb.
Dan tentunya, Motto itu lahir dengan dibarengi landasan filosfis yang jelas atau bahkan tujuan serta idealisme yang tertentu arahnya. Akan tetapi, tidak menutup kemungkinan masih banyak kader Hima Persis yang hanya numpang duduk saja atau numpang istirahat saja dengan tanpa memperhatikan cita-cita yang harus dicapai. Atau mumkin masih banyak yang menyimpan banyak pertanyaan seperti apakah sebenarnya Ulul Albab itu? Yang kemudian pertanyaan-pertanyaan itu akan lahir lagi, apakah sudah pantas kita menyematkan diri sebagai kader ulul albab atau belum? Atau hanya gebyah uyah saja duduk dipelataran HIMA Persis!
Maka, dalam tulisan singkat ini, dengan meminjam bahasa Kang Jalaludin Rahmat “Ulul Albab; Profil Intelektual Muslim”. Saya ingin menyajikan secara selintas dan sebagai bahan acuan bahwa seperti inilah profil ulul albab itu. Mudah-mudahan dengan tulisan ini, banyak melahirkan kader-kader ulul albab yang menjadi agent of change dan agent of control.
Ulul Albab; antara Sarjana, ilmuwan dan Intelek
Jika kita perhatikan rangkaian ayat dalam al-Quran yang terdapat susunan kata Ulul Albab, pasti akan diartikan dengan bahasa “orang-orang yang berakal/berpikir.” kemudian jika ditarik kedalam sturktur istilah bahasa Indonesia, apakah Ulul Albab itu semakna dengan Sarjana? Atau Ilmuwan? Atau intelektual?. Maka kita akan telusuri bahwa arti daripada sarjana itu ialah orang-orang yang lulus dari satu perguruan tinggi dengan menyandang gelar dibelakang namanya. Sedangkan ilmuwan ialah orang yang mendalami ilmunya, kemudian dikembangkan dengan pengamatan ataupun analisisnya sendiri. Dan faktanya tidak semua sarjana menjadi para ilmuwan. Sedangkan kaum intelektual kata kang jalal, mereka bukanlah para sarjana yang hanya menyandang gelar saja, atau para ilmuwan yang hanya mengembangkan ilmu dan mendalaminya. Tetpai, mereka adalah orang-orang yang terpanggil hatinya untuk memperbaiki masyarakatnya, menangkap aspirasi dan menyampaikan dengan bahsa dialogis yang mudah dimengerti, serta menawarkan solusi dan alternatif sebagai pemecahan masalah.
Bahkan kata James Mac Gregor ketika bercerita tentang intectual leadership sebagai transforming leadership, ia mengatakan bahwa intelektual itu adalah orang yang terlibat secara kritis dengan nilai, tujuan dan cita-cita yang mengatur kebutuhan-kebutuhan praktis. Maka dari sini, pantas jika pertanyaan itu tumbuh kembali, siapakah sebenarnya ulul albab yang termaktub dalam belasan ayat al-Quran itu? Tepatkan mereka dikatakan sebagai ilmuwan? Atau mereka adalah kaum intelektual?. Dan ternyata, al-Quran sendiri telah memberikan tanda-tanda yang menjadi jati diri khas ulul albab.
Ulul Albab dalam Al-Quran
Setelah diatas kami memperkenalkan karakteristik kaum intelektual, tentunya masi belum relevan kaum intelektual itu untuk dikatakan sebagai Ulul Albab, karena Ulul Albab memiliki karakteristik yang khas yang jauh-jauh hari telah Allah sebutkan dalam Al-Qur’an, diantaranya ialah:
Pertama, mereka adalah orang-orang yang serius dan sungguh-sungguh dalam mencari ilmu, tidak lalai dan tidak malas. . Dan mereka pun selalu mensyukuri dan menafakuri seluruh ciptaan Allah Swt ini. Sebagaimana termaktub dalam QS: Ali Imran: 7. “Dia-lah yang menurunkan Al kitab (Al Quran) kepada kamu. di antara (isi) nya ada ayat-ayat yang muhkamaat, Itulah pokok-pokok isi Al qur'an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, Maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang mutasyaabihaat daripadanya untuk menimbulkan fitnah untuk mencari-cari ta'wilnya, Padahal tidak ada yang mengetahui ta'wilnya melainkan Allah. dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: "Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyaabihaat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami." dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal”.
Kedua, mereka adalah orang-orang yang pandai membedakan antara yang jelek dan yang baik (al-Faruq). Sebagaimana telah Allah katakan dalam QS: al-Maidah:100 Katakanlah: "tidak sama yang buruk dengan yang baik, meskipun banyaknya yang buruk itu menarik hatimu, Maka bertakwalah kepada Allah Hai orang-orang berakal, agar kamu mendapat keberuntungan."
Ketiga, mereka adalah orang-orang yang selektif dalam menangkap argumen dan kemudian memilihi argumen yang paling baik dari yang baik. Sebagaimana Allah berfirman dalam QS: az-Zumar:18 “Yang mendengarkan Perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya. mereka Itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka Itulah orang-orang yang mempunyai akal”.
Keempat, mereka adalah orang-orang yang mendedikasikan ilmunya dan dirinya untuk membenarkan serta memperbaiki status quo. Dan mereka bukanlah orang-orang yang hanya duduk di kelas empat persegi mendengarkan ust atau guru ceramah kemudian pulang. Dan menganggap ilmunya itu angin lalu saja. Sebagaimana disebutkan oleh Allah QS: Ibrahim: 52 : “(Al Quran) ini adalah penjelasan yang sempurna bagi manusia, dan supaya mereka diberi peringatan dengan-Nya, dan supaya mereka mengetahui bahwasanya Dia adalah Tuhan yang Maha Esa dan agar orang-orang yang berakal mengambil pelajaran.
Kelima, mereka adalah orang-orang yang tidak takut oleh siapapun kecuali hanya oleh Allah semata. Qs: Al-Baqarah: 197. “(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, Barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, Maka tidak boleh rafats, berbuat Fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan Sesungguhnya Sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku Hai orang-orang yang berakal”.
Itulah beberapa karakteristik Ulul Albab yang Allah Swt sebutkan dalam al-Qur’an. Dan tentunya kita bisa menangkap bahwa Ulul Albab itu ialah orang-orang terpanggil untuk memperbaiki masyarakatnya, mendedikasikan dirinya dan ilmunya dengan landasan ketaqwaan dan keshalehan. Lantas, apakah kita sebagai Kader HIMA Persis yang selalu menggembar-gemborkan jargon Ulul albab sudah seperti itu? Atau minimalnya berproses menuuju kesana? Inilah saatnya kita mengaji diri. Inilah waktunya Revolution Self dan revolusi mental!.

Maka, setelah kita menarik-ulur benar merah kaum intelektual dan Ulul Albab, ternyata bisalah untuk dikatakan agak mirip sedikit. Namun, jika melihat ayat yang lain, Ulul Albab itu memiliki karakteristik yang khas yang tidak dimiliki oleh kaum intelektual, yaitu mereka adalah orang-orang yang rajin bangun di sepertiga malam terakhir untuk bersujud kepada Allah dan selalu berdzikir dalam keadaan apapun. Lihat QS: az-Zumar: 9 dan Qs: Ali-Imran: 119. “Beginilah kamu, kamu menyukai mereka, Padahal mereka tidak menyukai kamu, dan kamu beriman kepada Kitab-Kitab semuanya. apabila mereka menjumpai kamu, mereka berkata "Kami beriman", dan apabila mereka menyendiri, mereka menggigit ujung jari antaran marah bercampur benci terhadap kamu. Katakanlah (kepada mereka): "Matilah kamu karena kemarahanmu itu". Sesungguhnya Allah mengetahui segala isi hati”. Maka, Ulul Albab adalah kaum intelektual yang memiliki sifat keshalehan, sifat keilmuwan, dan sifat ketaqwaan kepada Allah Swt.
Wallahu A’lam