Kamis, 31 Mei 2012

Membangkitkan Syahwat Organisasi dan Tradisi Intelektual kader HIMA Persis

Oleh: Dilan Imam Adilan
(PK Hima Persis STAI Persis Garut)

Paradigma Kritis dan Tradisi Intelektualitas

Saya terkesima dan terpukau, saat membuka lembaran manuskrip masa lalu tentang geliat aktivis mahasiswa soal keberanian mereka untuk bersikap kritis meskipun harus menabrak tembok kekuasaan kata Zainil Zein ketua aktivis KALAM UI, lewat kata pengantar nya dalam buku“Membangun Peradaban Ilmu”, sikap kritis itu tidak pernah padam, walaupun rezim berkuasa melokalisasi aktivitas mahasiswa di tanah rutinitas akademis. Belajar dan meraih prestasi terbaik memang sudah menjadi kewajiban mahasiswa tetapi itu tidak berarti mahasiswa tidak bersikap kritis terhadap situasi kondisi sekitarnya. Dari sikap kritis yang senantiasa diolah, seringkali kita memperoleh hal-hal baru yang tidak di dapat diruang kelas. Pengalaman sejarah menunjukkan tidak sedikit aktivis mahasiswa yang setelah lepas dari bangku kuliah mampu berkiprah di masyarakat menyumbangkan karya dan pemikiran yang jelas bermanfaat.

Abu Hamid al Ghazali (1058 H-1111 M) memberikan nasehat yang patut kita renungkan :
“Jika engkau menuntut ilmu karena ingin menjadi populer atau hanya sekedar mengisi waktu luang, atau untuk bahan perdebatan, maka sangat fatal bencana yang akan menimpamu. Juga sangat panjang kesengsaraan yang akan engkau alami dan sangat besar kerugian yang akan engkau derita. Lakukanlah semaumu, karena dunia yang selalu engkau cari dengan mengatasnamakan agama, tidak akan menyelamatkanmu, sementara pada saat yang sama kebahagiaan negeri akhirat akan menjauh darimu. Siapa yang mencari dunia dengan mengatasnamakan agama, maka ia akan merugi dunia akhirat. Sebaliknya, siapa yang menomorduakan dunia demi tujuan agama, maka ia akan mendapatkan keuntungan dunia dan akhirat.

” Dunia akademis, yang kita jalani adalah salah satu modal hidup kita, sepanjang kita duduk dibangku perkuliahan disanalah kita berjuang menimba ilmu mengais kalungan mutiara berkilauan. Tiap tahun, universitas-universitas negeri atau perguruan-perguruan tinggi di Indonesia meluluskan ratus ribuan sarjana-sarjana di berbagai bidang dan kompetensi. Harapan di pundak untuk segera mengabdi di masyarakat mungkin hanya ada di benak sebagian kecil saja, dominasi sarjana yang berpikir dengan tujuan pragmatis tentu lebih banyak. Dan itu sangat berbahaya !!

Pada abad 9, di pintu gerbang Universitas Granada tertera slogan Universitas itu,”Dunia hanya terdiri dari empat unsur : pengetahuan orang bijak,keadilan penguasa,doa orang saleh, dan keberanian kesatria. “ Dunia hanya akan jaya jika dipenuhi orang-orang alim, saleh, adil, dan para mujahid. Warisan ini akan sangat berguna untuk mengembalikan kejayaan islam. Keberanian yang dilandasi ilmu, kekuatan iman, dan keadilan merupakan modal untuk meraih kejayaan kita. Jika yang terjadi di dunia hanya ada ambisi duniawi, dunia sampai kiamat kelak takkan pernah mengalami masa jaya tidak seperti para pendahulu kita yang telah banyak menoreh tinta emas. Menuntut ilmu dengan tujuan akhirat, adalah implikasi positif demi terwujudnya generasi emas di masyarakat, peran mahasiswa yang kritis membaca kondisi sekitarnya adalah gambaran ideal intelektualitas kaum terpelajar yang cinta akhirat.

Membangkitkan Syahwat Organisasi
Di tatanan kehidupan bermasyarakat, seorang mahasiswa yang dikenal dengan kaum intelektual tentu akan senantiasa dihadapkan pada berbagai persoalan sosial kemasyarakatan. Bila hanya sekedar berbekal ijazah sarjana dengan rentetan angka dan alphabet nilai. Maaf,berapapun besarnya nilai kualitatif yang tercatat dan pencapaian akademis lainnya bukan sebuah ukuran diterima peran aktualisasinya di masyarakat. Yang akan menjadi salah satu bahan pertimbangan (penilaian) masyarakat (selain kapasitas keilmuan), yaitu juga sejauh mana kita aktif berorganisasi atau tidak. Seorang aktivis organisasi, yang dibentuk mental maupun sikapnya memiliki nilai lebih dibanding seorang mahasiswa biasa. Karena di organisasilah terapan Leadership, dan Management,dll di praktekkan, sehingga apa yang dibutuhkan masyarakat dapat segera terjawab. Tidak sedikit tokoh-tokoh aktivis organisasi seperti M. Natsir, Latif Muchtar, E. Saefudien Anshari dll. yang mampu membawa perubahan bagi agama,masyarakat umumnya dan negara khususnya.

Realitas yang akan kita hadapi ketika masuk ke sebuah organisasi, tantangan (baik itu tugas ataupun problem ) tentu akan senantiasa hilir mudik diikuti pula fase jatuh bangun yang tak terprediksi. Banyak orang yang bertahan, tapi tak sedikit yang berjatuhan. Mereka yang gagal adalah mereka yang biasanya hanya semangat di awal, dan ketika melihat dan merasakan tugas-tugas berat organisasi, merekapun mundur begitu saja. Mereka memilih untuk tinggal dan berada di zona nyaman mereka. Pada hakikatnya manusia mempunyai syahwat organisasi sebagaimana pemaparan Al-Farabi dalam kitab Siyasah al Madaniyyah diterjemahkan ke bahasa Inggris oleh Ralph Lerner dan Muhsin Mahdi, Medieval Political Philosophy, terbitan Cornell University Press menjelaskan bahwa,”Manusia” termasuk dalam spesies-spesies yang tak dapat menyelesaikan urusan-urusan penting mereka, ataupun mencapai keadaan terbaik mereka, kecuali melalui asosiasi (perkumpulan) banyak kelompok dalam suatu tempat tinggal yang sama.” Beberapa hal yang akan begitu terasa saat kita hidup berorganisasi selain kita juga mampu menyatukan tali kekerabatan silaturahiim, memperluas link, terkandung pula beberapa hal urgen yang menjadi dasar tujuan kita sebagai seorang aktivis organisasi, landasannya merupakan Misi dari HIMA Persis sebagaimana tertuang dalam QA-QD (Qaidah Asasi- Qaidah Dakhili) dalam Muqaddimah hal. 2, diantaranya :

Amar Ma’ruf Nahi Munkar
Amar Ma’ruf Nahi Munkar merupakan salah satu seruan Allah SWT,yang juga merupakan peran serta cita-cita manusia dalam memfungsikannya sebagai tujuan organisasi sebagaimana termaktub dalam al Qur’an surat 3 : 104 :

وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُون
آل عمران: 104 

 “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar merekalah orang-orang yang beruntung.” (QS. Ali Imran ayat 104 )

Ma'ruf: segala perbuatan yang mendekatkan kita kepada Allah; sedangkan Munkar ialah segala perbuatan yang menjauhkan kita dari pada-Nya. Jika kita berjuang di organisasi, lahan serta media kita untuk berupaya amar ma’ruf nahi munkar terbuka lebar dan peluang meraup ganjaran pahala berlimpah begitu luas terhampar. Why Not ?

Meningkatkan Intelektualitas (menjadi kader Insan Ulul Albab)
Misi HIMA Persis yaitu, “Mencetak kader-kader ulama intelektual, dan intelektual yang ulama, “ tentu merupakan sebuah misi mulia. Tatkala kita ikut berupaya membangun peradaban Ulul Albab[1] menjadi seorang aktivis organisasi di HIMA Persis sejalan sebagaimana firman Allah Subhanawataala dalam QS. Ar-Ra’du ayat 19 :

 أَفَمَنْ يَعْلَمُ أَنَّمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ الْحَقُّ كَمَنْ هُوَ أَعْمَى إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُولُو الْأَلْبَابِ 

“Adakah orang yang mengetahui bahwasanya apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu itu benar sama dengan orang yang buta? hanyalah orang-orang yang berakal saja yang dapat mengambil pelajaran,” (QS. Ar-Ra’du : 19 )

Menjadi Agen Sosial
Sebagai aktivis organisasi menjadi agent of change di masyarakat, dalam tataran sosial. Sederhananya, saat aktivitas sehari-hari mampu memperlihatkan akhlaq yang mulia di lingkungan rumah, dan kampus. Melebur bersama HIMA Persis turut aktiv dalam kegiatan kemasyarakatan, bakti sosial, atau kontribusi positif dalam rangka merubah tatanan sosial yang jumud oleh ke egoisan serta menghancurkan kebekuan religiulitas di masyarakat. Termaktub dalam Al-Quran QS. Ali-Imran ayat 112 :

ضُرِبَتْ عَلَيْهِمُ الذِّلَّةُ أَيْنَ مَا ثُقِفُوا إِلَّا بِحَبْلٍ مِنَ اللَّهِ وَحَبْلٍ مِنَ النَّاسِ وَبَاءُوا بِغَضَبٍ مِنَ اللَّهِ وَضُرِبَتْ عَلَيْهِمُ الْمَسْكَنَةُ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ كَانُوا يَكْفُرُونَ بِآيَاتِ اللَّهِ وَيَقْتُلُونَ الْأَنْبِيَاءَ بِغَيْرِ حَقٍّ ذَلِكَ بِمَا عَصَوْا وَكَانُوا يَعْتَدُونَ

“ Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang kepada tali (agama) Allah dan tali (hubungan) dengan manusia dan mereka kembali mendapat kemurkaan dari Allah dan mereka diliputi kerendahan. yang demikian itu karena mereka kafir kepada ayat-ayat Allah dan membunuh Para Nabi tanpa alasan yang benar. yang demikian itu disebabkan mereka durhaka dan melampaui batas”.(QS. Ali Imran : 112 ).

Tulisan ini bukan sebuah indentifikasi adanya impotensi organisasi dengan indikasi lemahnya syahwat organisasi, namun hanya sekedar renungan biasa bahwa sebenarnya ada wadah luar biasa yang bisa memanfaatkan segala potensi kita untuk menjadi insan ulul albab. Segala aktivitas kita bernilai dan bermakna serta insya allah bertujuan ibadah. Wamaa yadzakaruu Illaa Uluul Albab..

Wallahu A’laam bi shawaab.

[1] Imam Jalaluddin As-Suyuthi dalam tafsirnya Tafsir Qur’anul Adzhim Jalalain mendefinisikan Ulul Albab:
الَّذِينَ يَسْتَمِعُونَ الْقَوْلَ فَيَتَّبِعُونَ أَحْسَنَهُ أُولَئِكَ الَّذِينَ هَدَاهُمُ اللَّهُ وَأُولَئِكَ هُمْ أُولُو الْأَلْبَابِ (18)
Yaitu : “Sekelompok orang yang mendengarkan sebuah ucapan, dan mereka mengaplikasikan (ucapan) yang bernilai kebaikan mereka itulah sekelompok orang yang Allah SWT beri petunjuk dan merekalah Ulul Albab”(Ashabul Uqul’). ( juz.5 hal.74)

Tidak ada komentar: