Oleh Ipp Region Garut
Pada kesempatan sebelum-nya kita telah membawakan satu tulisan karya Adian Husaini yang memberikan pandangan atas pemikiran-nya tentang Generasi Muda. Dan sudah menjadi kebutuhan bagi seorang Intelektual atau setidaknya Calon Intelektual dalam mengkaji pemikiran seseorang terhadap relevansi kepada realitas.
Maka kali ini, yang akan di sampaikan adalah seputar hal dilematis bagi generasi muda dalam menentukan pilihan bersikap guna merespon isu di dunia pendidikan khususnya. Dimana terjadi pengeliruan dan aksi sekularisasi pendidikan yang justru melahirkan SDM yang walaupun Kece tapi tetap saja Memble.
Pendidikan Karakter ? (tafaqquh fid din tepat-nya !)
sebelum kita bicara lebih dalam tentang pendidikan karakter, maka sebaiknya kita Indahkan terlebih dahulu dengan mengetahui seperti apa tujuan pendidikan?. dalam UU Sistem Pendidikan Nasional Nomor 2 tahun 1989 diredaksikan bahwa ”pendidikan dirumuskan sebagai usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan atau latihan bagi perannya di masa yang akan datang”. Inilah pengertian secara umum pendidikan di Indonesia, dimana di arahkan pada persiapan para Rijaalul ghad dan Ummahatul Ghad (penerus hari esok) demi keberlangsungan masa depan yang lebih baik.
Pemerintah akhir akhir ini sedang gencar melakukan sosialisasi terkait pemahaman masyarakat dalam mengiplementasikan Konsep pendidikan karakter. Dimana harapannya adalah terjadi peningkatan Akhlak sebagai Orientasi dalam kajian keilmuan, inilah sebenar-nya yang juga di terapkan pada dunia pendidikan Islam dengan Visi-nya yaitu melahirkan generasi tafaqquh fid din.
Satu konsep sederhana yang paling saya sukai adalah, dalam mencari hakikat pemahaman akan sesuatu, didasarkan pada tiga analisis yaitu : yang baik seperti apa, yang buruk seperti apa, dan yang terjadi seperti apa, sehingga yang akan muncul adalah pemahaman yang secara menyeluruh dan mendasar tetapi tetap pada koridor kekinian. Maka tidak salah apabila kita menyadari bahwa kondisi pendidikan saat ini sedang ada pada posisi terancam. Seperti yang di katakan A husaini pada Artikel sebelumnya :
”Metode studi Islam dirusak dengan mengadopsi metode Orientalis Barat yang tidak menjadikan asas kebenaran dan keimanan Islam sebagai pijakan dan tujuan dalam studi agama. Kaum orientalis non-Muslim memang mempelajari Islam bukan untuk beriman kepada Islam, bukan untuk meyakini kebenaran Islam, dan bukan untuk mengamalkan ajaran Islam. Ini harusnya berbeda dengan tujuan dan fungsi ilmu dalam Islam, yang harus membawa kepada ketaqwaan dan kedekatan kepada Allah”
Usaha usaha sekularisasi yang dapat kita temukan di berbagai ranah pendidikan dewasa ini semakin meng-Hegemoni paradigma pelaku pendidikan yang malah ikut beriman pada Westernisasi.
Pertanyaan-nya sekarang adalah, apakah Pendidikan Karekter ini akan mampu menjawab semua tantangan Islam dalam menghasilkan SDM yang baik ? lalu bagaimana dengan Sekularisasi pendidikan yang memperkeruh keadaan ketika suatu peradaban membutuhkan Regenerasi ?.
Pendidikan karakter ini sebenar-nya sudah merupakan bagian dari kehidupan kita sehari hari, coba kita tengok Teks Visi Misi di setiap Pesantren, khusus-nya pesantren Persis maka akan di temukan Visi yang senada yaitu ”menghadirkan Generasi tafaqquh fid din”. Namun demikian, bukan berarti selamanya akan berlangsung tanpa badai, seperti yang di tercantum dalam tulisan sebelumnya :
” Pada satu sisi, pesantren berkeinginan mempertahankan jati dirinya sebagai lembaga perkaderan ulama yang menekankan kegiatan ‘tafaqquh fid din”. Tetapi, pada sisi lain, tekanan-tekanan situasi dan birokrasi menyebabkan pesantren harus berkompromi dengan sistem pendidikan yang tidak mengarahkan pada tafaqquh fid-din. ”
Pernyataan tersebut datang dari seorang pimpinan pesantren yang menggambarkan bahwa kondisi Pendidikan saat ini mengharuskan Toleransi akan Nilai nilai yang diharapkan terhadap tuntutan keadaan. Sungguh, merupakan satu Ironi, ketika Konsep Pendidikan Islam ini telah menjadi objek para sekularis dalam menyimpangkan Hakikat Pendidikan itu sendiri. Ketidakberpihakan Sistem pada Nilai Nilai Islam adalah usaha yang dilakukan untuk menyimpangkan Nilai Islam melalui Birokrasi yang sudah di cengkram oleh sekularis bahkan sampai Kapitalis.
Selanjutnya, setelah kita sedikit mengetahui yang salah itu seperti apa, dan yang terjadi seperti apa, maka kini saat-nya menjawab pertanyaan ”lalu yang benar seperti apa ?”
Pendidikan Karakter (lagu lama yang dinyanyikan kembali)
sangat menggelikan rasa-nya ketika mendengar Opini bahwa pendidikan karakter adalah dari Barat, bahkan ada yang berceloteh itu adalah hasil Budaya Yahudi. Di atas, tadi sudah diberikan pandangan bahwa pendidikan karakter adalah tafaqquh fid din, yang kini justru di Klaim milik Luar. Menarik bila mengutip pernyataan Dr Yusuf Qardhawi dalam karya-nya Fiqh Prioritas :
”Sesungguhnya Ilmu pengetahuan mesti didahulukan atas amal perbuatan, karena ilmu pengetahuan yang mampu membedakan antara yang Haq dan yang Bathil dalam keyakinan, antara yang benar dan yang salah di dalam perkataan mereka, antara perbuatan perbuatan yang sisunatkan dan yang bid’ah dalam Ibadah, antara yang benar dan yang tidak benar di dalam melakukan muamalah, antara tindakan yang halal dan tindakan yang haram, antara yang terpuji dan yang hina di dalam akhlak manusia, antara ukuran yang diterima dan ukuran yang ditolak, antara perbuatan dan perkataan yang bisa diterima dan tidak dapat diterima.”
Apabila di pahami dari sudut pandang Islam yang Rahmatan Lil Alamin, maka pendekatan Akhlak Islam itu sudah lebih senior ketimbang Brand Brand Pendidikan Karakter yang sedang hangat di bicarakan. Bahkan Rasulullah saw juga melakukan hal yang menanamkan Akhlak terpuji pada diri-nya sendiri terlebih dahulu, yang nanti-nya akan menjadi panutan. Maka kata kunci-nya sekarang, pendidikan itu untuk Ilmu, dan karakter itu untuk Akhlak, yang di Propagandakan dengan sebutan Ilmiah Educatioan Of character atau Educationally Value.
Dan akan lebih panjang lagi pembahasan ketika mengungkap lebih lanjut seputar pendidikan karakter dari sudut pandang Metodik atau Penerapan-nya, tetapi Urgensi untuk saat ini adalah bagaimana kita sebagai Generasi Pelaku Pendidikan dalam menyikapi situasi dan Kondisi pendidikan, yang semakin hari semakin gencar saja Usaha penghapusan Nilai Nilai Islam yang ada di dalam-nya.
Inilah tugas bagi Para Aktivis dalam rangka melakukan perubahan dalam berbagai perkara yang terjadi di sekitar-nya. Keberadaan kita selaku Intelektual atau sekali lagi Calon Intelektual jangan hanya menyibukan diri dengan urusan yang bersifat minim manfaat, karena ternyata tantangan jaman itu bukan hanya bisa terselesaikan oleh keberanian tapi juga di harus ada persiapan yang matang baik secara keilmuan, Akhlak, kapasitas pergerakan dan hal hal yang dirasa dibutuhkan; sebagai ajang pengumpulan tenaga dalam menghadirkan peradaban yang tebih baik.
Semoga bermanfaat !
F.G
Tidak ada komentar:
Posting Komentar