Kamis, 16 Februari 2012

Hima Persis Kumpulkan Koin Beli Mobil DPRD Garut

“Rakyat Dijerat Harga Beras Mahal di Daerah Berstatus Tertinggal, Wakilnya “Geugeuleuyeungan” Dengan Mobil Dinas Baru, Pejabat Pemkab/Setda pun Akan Berganti Mobil Dinas Baru Bernilai Sekitar Rp1,5 juta”.
Garut News ( Kamis, 16/2 ).
Pimpinan Daerah Himpunan Mahasiswa Persatuan Islam (PD HIMA PERSIS) Garut, diketuai Muhammad Ryan Alviana berunjukrasa bersamaan para petinggi dan birokrat Pemkab/Setda setempat, mengikuti rapat paripurna istimewa DPRD Puncak Peringatan ke-199 “Hari Jadi Garut” (HJG), Kamis.

Mahasiswa Tolak Rencana Pembelian Mobil Dinas Baru Senilai Rp 3.6 Miliar

GARUT, (PRLM).- Sejumlah mahasiswa menggelar aksi unjuk rasa menolak rencana pengalokasian anggaran senilai Rp 3,6 miliar untuk pembelian mobil dinas baru anggota DPRD.

Aksi unjuk rasa dilakukan di depan Kantor DPRD Garut, Jln. Patriot, bertepatan dengan pelaksanaan sidang paripurna HUT Kab. Garut ke-199, Kamis (16/2).

Hima Persis Tolak Mobil Dinas Baru

GARUT, TRIBUN - Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam himpunan mahasisa (Hima) Persatuan Islam (Persis) Kabupaten Garut berunjuk rasa di depan Gedung DPRD Kabupaten Garut, Jalan Patriot, Garut, Kamis (16/2) siang.

Dengan membawa pengeras suara dan berbagai spanduk mereka menyatakan menolak dan mengutuk keras rencana pembelian mobil dinas

MOBIL DINAS: Mahasiswa tolak mobil baru DPRD Garut

GARUT: Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Himpunan Mahasiswa Persatuan Islam, Kamis, melakukan aksi penolakan terhadap rencana pengadaan 16 mobil baru untuk anggota DPRD setempat.
Aksi dilakukan karena pengadaan mobil itu dinilai tidak mementingkan rakyat. Aksi digelar di Jalan Patriot, depan pintu gerbang kantor DPRD Kabupaten Garut, Jawa Barat.

Rabu, 08 Februari 2012

MOBIL DINAS 3.6 MILIAR, JEMBATAN RUSAK DAN KELAPARAN DIBIARKAN!


Memasuki bulan kedua di tahun 2012, kondisi masyarakat di Garut semakin memperihatinkan. Berita tentang Garut, dalam media lokal maupun nasional didominasi berita mengenai kemiskinan, anak kurang gizi, jembatan putus, sekolah roboh, rakyat rawan daya beli dan rawan pangan. Berita-berita itu ibarat parade kemiskinan yang ditatap dan disantap setiap harinya di ruang-ruang publik.
Gayung ternyata tak bersambut, kondisi masyarakat tersebut tidak direspon oleh wakil rakyat di DPRD Garut. Hal ini tercermin dalam penyusunan RAPBD (Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) tahun 2012 yang beberapa waktu lalu diparipurnakan. RAPBD Garut yang penyusunannya telat, ternyata sama sekali tidak memprioritaskan kebutuhan rakyat Garut.
Yang paling mencengangkan, dalam anggaran belanja daerah 2012 terdapat anggaran untuk pembelian 16 mobil dinas anggota dewan senilai 3,6 miliar. Pengalokasian dana untuk mobil dinas itu jelas hanya akan dinikmati wakil rakyat saja. Ironis memang, ketika kondisi rakyat yang terbelenggu kemiskinan, tidak dijawab dengan alokasi anggaran yang pro rakyat. Tidak ada alokasi khusus untuk program-program pengentasan kemiskinan atau peningkatan daya beli rakyat. Dibandingkan dengan anggaran kesehatan dan pendidikan, alokasi anggaran untuk pembelian mobil dinas ini jelas tidak berimbang.
Rakyat Garut patut mempertanyakan, apakah wakil rakyat di DRPD benar-benar mewakili aspirasi rakyat? Atau hanya memperdulikan kepentingannya saja. Beginilah, jika wakil rakyat sudah tidak menggunakan hati nurani dalam menjalankan tugasnya. Sehingga, kebijakan apapun, termasuk anggaran tidak mengukur perasaan rakyat. Sungguh disayangkan, anggota dewan sebagai produk dari demokrasi yang dipilih langsung oleh rakyat, ternyata tidak mempunyai itikad politik menyejahterakan rakyat sebagai konstituennya.
Selanjutnya perlu langkah-langkah strategis yang pro rakyat dalam menyikapi hal ini. satu-satunya langkah strategis itu adalah membatalkan pengalokasian anggaran 16 mobil dinas tersebut. Jauh lebih baik, dana 3,6 miliar tersebut dialokasikan untuk memberdayakan ekonomi rakyat Garut yang memperihatinkan, membantu penguatan daya beli masyarakat yang rawan pangan seperti masyarakat yang makan pisang dan gadung di Cibalong. Atau dialokasikan saja untuk memperbaiki infrastruktur vital seperti jembatan-jembatan yang rusak.
Jika alokasi anggaran untuk mobil dinas tersebut direalisasikan, maka itulah bentuk penghianatan dewan terhadap rakyat. Padahal, kendaraan dinas yang ada masih bisa digunakan. Jika ada kerusakan maka memperbaikinya jauh lebih menghemat anggaran. Namun jika tetap saja anggaran ini direalisasikan, apakah pantas dewan legislatif disebut sebagai wakil rakyat dan eksekutif disebut pemimpin rakyat?!
(MRA)